Kamis, 18 Februari 2016
MENGENAL THALASEMIA BERSAMA SAHABAT THALA
Terinspirasi sekali dengan Anak-anak muda ini. Namanya Sahabat Thala, Sebuah komunitas di FK. UNTAN, yang baru digagas beberapa bulan ditahun yang lalu. Tulisan ini saya dedikasikan buat Anak-anak kita,adik-adik kita, Sahabat kita sekalian para penderita Thalasemia yang juga harus berbahagia.
Komunitas Sahabat Thala telah banyak melakukan kegiatan yang bermanfaat, diantaranya adalah membuat bank darah. Karena untuk penderita thalasemia,darah adalah komponen vital yang harus didapat dengan pasti,rutin dan berkesinambungan donor dan tranfusinya. Penderita thalasemia setidaknya memerlukan darah dari pendonor sebulan sekali bahkan ada yang seminggu sekali. Bank darah memudahkan terjaminnya stok beberapa golongan darah yang dibutuhkan. Ini kreen sekali, setidaknya penderita tidak dipusingkan mencari stok dari golongan darah yang dibutuhkan. Tinggal telpon Sahabat Thala, terus cuuuus deh ke PMI. Kerja nyata yang perlu diapresiasi.
Penyakit ini memang tidak populer karena penderitanya sedikit, namun ternyata ada di Pontianak. Ada belasan anak penderita di Pontianak,ini fakta. Tapi syukur alhamdulillah, beberapa kali dr. Nevita Bachtiar SpA membuat kegiatan mengenai kepedulian beliau tentang Thalasemi dan penderitanya banyak disupport oleh beberapa pihak yang juga peduli dengan thalasemia.
dr. Nevita Bachtiar adalah seorang Dokter Spesialis Anak di Rumah sakit Soedarso, Beliau sangat konsern dengan banyak hal tentang penyakit pada bayi,balita dan anak-anak, termasuk Thalasemia. Beliau jugalah yang memotivasi Irwanda Djamil dan kawan-kawan dari BEM FK UNTAN untuk membentuk SAHABAT THALA.
Dalam kiprahnya yang belum setahun, belum Banyak yang Sahabat Thala lakukan. Sahabat Thala akan konsern pada penelitian dan kajian ilmiah mengenai Thalasemia serta kegiatan-kegiatan amal yang nantinya dapat disumbangkan kepada para penderita thalasemia di Pontianak.
Saya sempat kerja bareng dengan anak-anak yang kreen-kreen ini. Dalam sebuah acara bakti social, yang digagas oleh seorang dokter perempuan yang enerjinya begitu besar sehingga mampu menggerakan beberapa institusi dalam satu kepanitiaan yaitu dr. Ferrawaty Ginting,MPH. dalam acara Hari kanker sedunia yang dikeroyok bareng-bareng oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar,Dinkes Kabupaten Kubu Raya,IDI wilayah Kalbar, IDI cab. Kubu Raya,PDGI kota Pontianak,IBI Kubu raya,PPNI Kubu raya,PPGI Kubu Raya, dan beberapa organisasi profesi kesehatan di Kabupaten Kubu Raya serta SUPM. Kali ini bersama kami Sahabat Thala melakukan skrining thalasemia minor.
Skrining Thalasemia minor yang dilakukan Sahabat Thala cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan Hb sahli untuk menjaring beberapa sampel kadar Hb yang rendah dan konfirmasi pemeriksaan fisiknya mendukung, yaitu Pucat sekali, muka mongoloid, kurus dan perut membuncit. Kemudian mengkonfirmasi indeks menzernya dengan alat hemato analyzer, dengan angka perbandingan mcv dibagi eritrosit. Jika dibawah 13 diduga thalasemi,selanjutnya dilanjutkan pemeriksaannya dengan pemeriksaan lanjutan.
Pada baksos hari kanker sedunia yang dilaksanakan di SUPM sungai Rengas, ada satu sampel yang perlu diteruskan pemeriksaan,setelah diskrining oleh Sahabat Thala lalu dikonsulkan pada dr. Nevita didapat Indeks Marzennya 10. Skrining ini sangat bermanfaat dalam deteksi dini. Selain dapat mendeteksi Thalasemia juga bisa menemukan beberapa kasus anemia defisiensi zat besi.
Apa yang dilakukan sahabat Thala adalah hal yang sangat menginspirasi. Penyakit ini mulai Populer karena banyak perkumpulan-perkumpulan serupa yang sangat peduli dengan Thalasemia. Penyakit ini perlu dikenali dari dini karena tidak bisa dicegah jika sudah terjadi. Tetapi jika terjadipun ini bukan akhir dari sebuah kehidupan. Penderita masih bisa hidup produktif dengan tatalaksana medis dan pola hidup yang harus dilakuakan oleh penderita. Yang sangat penting adalah penderita thalasemia butuh dukungan kita semua dalam bentuk apapun.
Di Indonesia terdapat cukup banyak penderita thalasemia yang bersifat diturunkan secara genetik, data menemukan bahwa 6-10% penduduk kita merupakan pembawa gennya. Tetapi tidak semua mampu mengenali gejalanya. Ketidak fahaman ini menyebabkan kebanyakan penderita Thalasemia tidak mendapat penanganan serius sehingga paling lama umur penderita hanya bertahan sampai 8 tahun.
Seperti sahabat Thala dan dr. Nevita Bachtiar. MSc,SpA. Saya ingin mengenalkan apa yang saya ketahui tentang Thalasemia lewat tulisan,karena hanya ini yang bisa saya lakukan saat ini untuk mereka.
Jika bertanya tentang Thalasemia, seperti yang dikatakan dr. Nevita dalam Kuliah Seminarnya adalah bukan sebuah makanan yang terbuat dari bahan talas atau keladi yang banyak kita temui di Pontianak. Melainkan sebuah penyakit kelainan darah yang sifatnya genetik atau diturunkan atau resesif autosomal dikarenakan kerusakan pada DNA yang menyebabkan ketidak seimbangan pembuatan salah satu keempat rantai asam amino yang merupakan pembentuk sel darah merah penderitanya (HB). Kelainan ini menyebabkan Hb mudah rusak sehingga selalu menyebabkan Anemia.
Hemoglobin yang merupakan salah satu komponen pembentuk sel darah merah, terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) ini akan bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Jika terjadi kegagalan pembentukkan rantai asam amino menyebabkan thalasemia, ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).
Perlu diketahui bahwa darah yang mengalir pada tubuh kita tersusun dari Plasma dan Sel darah. Sel darah yang berenang melayang-layang dalam plasma ini terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keeping darah (trombosit) yang semuanya dibentuk oleh gudangnya yaitu smsum tulang belakang. Untuk eritrosit ini sangat erat kaitannya dengan Hemoglobin karena merupakan salah satu unsur pembentuknya. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Thalasemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Seperti yang saya tulis diatas hemoglobin yang tidak normal menyebabkan eritrosit umurnya menjadi pendek inilah yang menyebabkan Thalasemia.
Thalasemia hanya terjadi pada anak-anak yang pada orang tuanya merupakan pembawa thalasemia. Enam atau Sepuluh dari 100 orang Indonesia adalah pembawa Thalasemia. Maka kenalilah diri kita semenjak belum menikah. Jika kita sebagai pembawa thalasemia, sebaiknya jangan menikah dengan pembawa thalasemia juga,karena dipastikan salah satu dari anak kita akan menderita thalasemia mayor. Banyak kemungkinan bisa terjadi jika kedua orang tua adalah pembawa thalasemia maka anak-anaknya akan menjadi sebagai pembawa thalasemia, bisa jadi normal bahkan bisa menderita thalasemia mayor. Bila kedua orang tua bukan pembawa thalasemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia bawaan bahkan thalasemia mayor pada anak-anaknya, semua anaknya akan mempunyai darah normal.
Lantas bagaimana dengan jika salah seorang dari pasangan orang tua yang membawa thalasemi dan yang lainnya tidak? Maka kemungkinan anaknya 50% menderita pembawa thalasemia tetapi tak seorangpun yang akan menderita thalasemia mayor. Jadi sebaiknya jika kita mengetahui sejak dini sebagai pembawa thalasemia sebaiknya pilih lah pasangan yang tidak memiliki kelainan darah bawaan dalam hal ini Thalasemia.
Beradasarkan gejala kliniknya dikenal ada tiga jenis thalasemia:
Thalasemia Mayor, yaitu jika diketahui ada riwayat kedua orang tua adalah pembawa thalasemia. Sejak dini atau awal masa kanak-kanak sudah Nampak kemampuan hidup pada anak sangat terbatas dengan gejala-gejala antara lain: Menderita anemia Hemolitik, Pembesaran organ Limpa dan hati akibat anemia yang lama, perut membuncit, sakit kuning (jaundice), Luka terbuka dikulit, Batu empedu, Lemas, kurang napsu makan, Pucat, Lesu, sesak nafas karena jantung bekerja berat, udem pada tungkai bawah dan pertumbuhan terganggu ditandai berat badan yang kurang.
Thalasemia minor, dengan gejala lebih ringan dan hanya sebagai pembawa sifat saja. Biasanya ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai anemia karena defisiensi zat besi karena mirip sekali.
Thalasemia Intermedia, merupakan kondisi diantara keduanya yaitu antara mayor dan minor, dapat mengakibatkan anemia berat dan masalah berat seperti deformalitas tulang, pembengkakan limpa. Yang membedakan dengan thalasemia mayor, adalah berdasarkan ketergantungan penderita pada transfusi darah.
Untuk mengenali Thalasemia ini kita bisa melihat dari kekhasan penyakit ini sendiri yang bisa di jumpai dari tampakan fisik penderitanya yaitu,Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar,Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya berwarna kelabu karena penimbunan zat besi.
Thalasemia tidak dapat dicegah jika sudah terjadi,tetapi bisa dideteksi dari dini untuk menghindari dari kerusakan lebih lanjut akibat perjalanan penyakit. Deteksi dini thalasemia sangat dianjurkan agar pertambahan penderita tidak menjadi pesat pada generasi kita selanjutnya, dan dari deteksi ini dapat dilakukan intervensi dan penaganan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita agar bisa produktif seperti manusia normal lainnya dibandingkan skrining setelah penyakit yang telah lanjut. Deteksi dini bisa dilakukan kepada calon pasangan yang akan menuju jenjang yang lebih lanjut yaitu jenjang pernikahan, ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal, anak-anak yang dicurigai gejala thalasemia. Pemeriksan laboratorium tersebut meliputi pemeriksaan darah lengkap yaitu Hb, Lekosit, Eritrosit, Trombosit,Hematokrit, Diffcount, LED,MCV, MCH, MCHC.
Untuk penanganan thalasemia, bisa melakuakan perawatan berupa transfusi rutin, ini akan memperpanjang harapan hidup penderita. Untuk mengatasi penumpukkan zat besi, perlu diberikan obat berupa Desferal yang diberikan lewat suntikan. Saat ini sudah tersedia sediaan yang berupa obat oral, yang diberikan bagi penderita di atas 2 tahun. Tindakan penatalaksanaan terbaik adalah dengan cangkok sumsum tulang, dimana jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan susum tulang donor yang cocok yaitu dari anggota keluarganya sendiri, meskipun hal ini masih cukup sulit dan dengan biaya yang cukup mahal.
Kita bisa bayangkan bagaimana hidup dengan thalasemia adalah hal yang sangat tidak menyenangkan. Tentu kita pun tidak ingin terjadi dengan siapapun. Mari peduli thalasemia, mereka anak-anak kita,adik-adik kita serta sahabat kita yang menderita thalasemia juga perlu diperjuangkan, perlu bahagia. Mari berikan kebahagiaan kepada mereka semampu kita bisa memberikannya, seperti yang dilakukan Sahabat Thala. Semoga selalu menginspirasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar